Selasa, 26 November 2019

kekuasaan di ranah lokal : Maraknya Korupsi di Kalangan Pejabat Negara


Maraknya Korupsi di Kalangan Pejabat Negara
Saat ini negara sedang berjuang untuk memberantas korupsi yang kebanyakan di lakukan oleh pejabat-pejabat negara. Tercatat sejak tahun 2004 hingga tahun 2018, sebanyak  998 pejabat melakukan tindak pidana korupsi dari berbagai latar belakang pekerjaan. Jumlah tersebut setiap tahunnya terus bertambah. Sebut saja mantan ketua DPR periode 2014-2019 Setya Novanto yang terpidana kasus e-KTP. Kasus tersebut merupakan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh Setya Novanto sebagai ketua DPR. Saat kasusnya sedang bergulir, novanto juga melakukan drama-drama demi mengulur waktu untuk kasusnya. Saat itu Novanto pernah menggegerkan publik lewat laporan kecelakaan yang dialaminya. Kendaraan yang ditumpangi oleh Novanto dikabarkan menabrak tiang listrik hingga ia harus dirawat di rumah sakit. Setelah diusut, diketahui bahwa kecelakaan tersebut ternyata kecelakaan palsu yang dibuat untuk menunda proses hukum yang sedang dialaminya. Setahun yang lalu, juga mencuat kabar bahwa sel tahanan yang di huni oleh Novanto tidak sesuai ketentuan. Didalam sel tahanan yang dihuninya terdapat tempat tidur dan fasilitas lainnya yang dimana para tahanan lain tidak mendapatkan fasilitas mewah tersebut. Ini merupakan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh Novanto dimana seorang tahanan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara tidak seharusnya mendapatkan fasilitas yang mewah di dalam sel. Akan tetapi dikarenakan Novanto memiliki kekuasaan ia bisa mendapatkan fasilitas tersebut. Sedangkan para narapidana lainnya mereka tidak bisa mendapatkan perlakuan yang sama dikarenakan uang dan jabatan yang dimiliki tidak seperti novanto. Padahal di mata hukum semua warga negara memiliki hak dan kedudukan yang sama. Ini menandakan bahwa hukum di negara kita tajam kebawah dan tumpul keatas. Orang-orang yang memiliki keududukan, uang akan mendapatkan perlakuan istimewa walaupun ia melakukan kesalahan. Sangat miris jika dilihat, orang yang merugikan negara bisa hidup mewah didalam tahanan. Padahal negara sangatlah dirugikan oleh masalah yang ditimbulkannya. Banyak anggota DPR lainnya yang melakukan tindak pidana korupsi seperti anggota DPR komisi VI Bowo Sidik Pangarso yang menjadi terdakwa kasus suap pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT HTK, Fayakhun Andriadi anggota DPR dari komisi I. dengan banyaknya kasus korupsi di DPR membuat rakyat tidak begitu percaya lagi terhadap perwakilan rakyat tersebut. Padahal anggota DPR dipilih sendiri oleh rakyat melalu pemilu yang dilakukan seiap lima tahun sekali. Di daerah, banyak pemimpin  yang juga melakukan tindak pidana korupsi, seperti halnya bupati Kutai Kartanegara non aktif Rita widyasari yang ditetapka oleh kpk sebagai tersangka TPPU bersama dengan rekannya yakni komisaris  PT Media Bangun Bersama bernama Khairuddin. Rita dan Khairuddin diduga menguasai dana dari hasil korupsi sekitar Rp. 436 miliar. Akhirnya Rita dan Khairuddin dijerat dengan pasal 3 dan atau pasal 4 undang-undang  tentang pencucian uang juncto pasal 55 ayat 1 ke juncto pasal 65 ayat 1. Sama  halnya dengan bupati Nganjuk non aktif Tufiqurrahman, KPK menjerat Tufiq dengan pasal TPPU, sebelumya ia dijerat dengan sangkaan suap dan gratifikasi yang diduga terkait fee proyek, perizinan, hingga promosi jabatan. Atas kasus yang menimpanya KPK menjerat Tufiqqurrahman dengan melanggar pasal 3 dan pasal 4 Undang-Undang  Nomor 31 Tahun 1999 tentang korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 65 ayat (1) KUHP. Padahal, sebagai pemimpin yang dipilih oleh rakyat dan diberi kepercayaan oleh rakyat untuk memajukan dan membuat daerah yang dipimpin berkembang haruslah menjadi teladan dan contoh yang baik. Pemimpin yang korupsi berarti tidak amanah dalam menjalankan tugasnya. Dimana visi dan misi yang diutarakan ketika kampanye?, dimana janji-janji yang membuat rakyat percaya? Semua menjadi omong kosong belaka tatkala korupsi menghampiri para pemilik kekuasaan. Dengan banyaknya para pejabat melakukan tindak pidana korupsi membuat stigma buruk dalam masyarakat bahwa seorang pejabat dengan mudahnya bisa  melakukan korupsi dikarenakan ia mempunyai kuasa atas jabatannya, dia memiliki uang yang bisa memperkaya dirinya, yang membuat rakyat yang memberinya kepercayaan semakin miskin. Dengan memiliki kedudukan dan jabatan membuat para pejabat leluasa dalam melakukan korupsi. Seharusnya pemerintah terkhusus lembaga yang mengatur tentang korupsi dan pembuat kebijakan dan aturan, bisa lebih ketat dalam pengawasan agar pelaku tindak pidana korupsi bisa jera dan tidak memberikan ruang untuk para pelaku untuk melakukan atau mengulangi perbuatannya. Negara sebagai pelindung bagi rakyatnya juga harus lebih tegas agar tikus-tikus berdasi tidak seenaknya bisa mendapatkan jabatan kembali setelah mereka mejalani masa tahanannya. Negara juga harus menjamin bahwa setiap warga negara harus memiliki hak yang sama di mata hukum  tidak memandang atas kasus apa yang ia lakukan, semua kesalahan yang dilakukan harus di tindak dengan hukum apa yang menjeratnya. Karena sesungguhnya hukum dibuat dan berlaku untuk seluruh warga negara tidak memandang ia siapa dan dari mana asalnya, asalkan salah tetaplah harus diproses sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Dan selaku warga negara haruslah taat akan hukum.[1]



[1]Dinda fairuz naila, https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5587484603454925781#allpostskekuasaan di ranah lokal